sehat dengan akhlak mulia

Monday, January 13, 2014

Author Khoirulmu posted on 2:17 AM

Apa mesti begitu?
Memang benar apa yang ditulis seorang teman di laman facebooknya, 30 Desember 2013 lalu. Maksudnya kejadian seperti itu memang sering terjadi dalam rumah tangga. Saking seringnya terjadi, ada teman yang mengingatkan, bila istri kondisinya lebih mapan (dari segi ekonomi) dibanding kita, "hati-hati lho mas" katanya. Ada juga yang begitu kuatirnya kejadian tersebut menimpanya, berusaha keras untuk membatasi kiprah istri dalam pendidikan atau mencari nafkah dengan harapan si istri kerjanya tidak lebih mapan dan gajinya tidak lebih tinggi dari suami. 

Apakah kejadian tersebut pasti dialami oleh setiap pasangan yang istrinya lebih mapan? Jawabnya tentu tidak. Berkaca pada sejarah, Bunda Khotijah adalah seorang saudagar yang kaya raya di jamannya saat itu. Tidak pernah dikisahkan ada permasalahan selama beliau membina mahligai rumah tangga dengan kanjeng Nabi Muhammad SAW. Bahkan meskipun sudah meninggal, nama Khotijah lah yang sering disebut dan dipuji kanjeng nabi hingga membuat cemburu istri kanjeng nabi yang lain. 

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Allah adalah diciptakan-Nya untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tentram di sampingnya, dan dijadikan-Nya rasa kasih dan sayang di antara kamu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi orang yang berpikir. (QS. Ar-Ruum 21)

Dihadirkannya pasangan hidup (suami atau istri) adalah agar suami merasa tenteram berada disamping istrinya, istri merasa tenteram berada di samping suaminya, juga akan ada rasa kasih sayang di antara keduanya. Dengan kata lain, hadirnya pasangan hidup diharapkan akan tercapai kebahagiaan dan ketenangan, menjadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah dalam ridho-nya. 

Kambing hitam
Kalau dalam rumah tangga ternyata tidak ada ketentraman ataupun kedamaian, tentu ada yang salah dalam perjalanan keluarga tersebut. Salah satu kambing hitamnya yaa itu tadi, Perempuan lebih mapan dan gaji lebih tinggi dibanding suami. Ini sepertinya didukung beberapa kenyataan di lapangan:
        * Lebih Mapan, PNS Wanita Paling Banyak Bercerai
        * Keluarga Guru Paling Banyak Bercerai

Adalah hal yang lumrah kalau dalam sebuah rumah tangga kadang terjadi perbedaan pendapat antara suami dan istri. Tentunya juga manusiawi sekali bila masing-masing menyampaikan argumentasinya kepada pasangan, kadang disertai usaha untuk meyakinkan bahwa pendapatnyalah yang paling benar. Tidak jarang mereka dibelenggu egonya masing-masing. Mauku begini... karepku begini.. mestinya begini...harusnya aku kan dilayani.. Nggak mau tahu (atau pura-pura gak tahu) maunya dia apa?.. karepnya dia apa?.. harapan dia apa? 

Bila beda pendapat sering terjadi dan jarang ada titik temu yang merupakan 'win-win solution', apalagi bila kemudian dilanjutkan dengan pertengkaran, tidak menutup kemungkinan terjadi trauma di antara keduanya. Selanjutnya jika ada permasalahan, masing-masing memilih diam, daripada terjadi pertengkaran seperti sebelumnya kan malu sama anak-anak atau tetangga.

Suami akhirnya lebih suka ngobrol dengan teman sekantor, wanita muda yang menurutnya lebih nyambung dan enak diajak bicara, tidak ngeyelan dan sulit diatur seperti istrinya. Demikian juga sang istri, memilih curhat dengan teman kerjanya, lelaki muda yang asyik diajak ngobrol. Klop. Semakin dekat suami dengan teman ngobrolnya, atau semakin dekat istri dengan teman curhatnya, suasana rumah tangga akan semakin hambar, seperti sayur tanpa garam. Tanpa disadari jurang pemisah antara keduanya akan semakin dalam.


ikan asin tetangga tercium lebih gurih

Dari gambaran di atas, sebenarnya bukan 'Perempuan mapan dan gaji lebih tinggi' yang menjadikan suatu keluarga tidak harmonis, tetapi komunikasi yang tidak berjalan dengan semestinya yang menjadi penyebabnya. 

Solusi
Tidak ada pilihan lain selain memperbaiki komunikasi antara suami dan istri, diawali dengan saling memafkan antara keduanya, meskipun bagi sebagian orang ini tidak mudah. 
Usahakan sering sholat berjamaah sama suami/istri, setelah sholat dahului memohon maaf padanya atas segala salah dan khilaf selama ini (awalnya dia akan kaget: "opo ae sih iki"). Lakukan terus setiap selesai sholat berjamaah. Insyaallah lama-lama dia akan luluh dan komunikasi yang baik akan terjalin. 

Kalau komunikasi sudah lancar, insyaallah keluarga sakinah, mawaddah, warohmah dalam lindungan-Nya akan terwujud. Aamiiinn... 

0 comments:

Post a Comment